Mengenai Saya

Foto saya
saya hanya seorang sederhana dan mencoba memaknai hidup saya dengan menjadi orang yang berguna

Jumat, 26 Maret 2010

KATA PENGANTAR



Bismillahirrohmanirrohim
Hamdan waassalaman a’mma ba’du

Syukur Al-hamdulillah kehadirat ALLAH SWT,Illahi Robbi,yang maha agung atas segala hak,yang merupakan Haqul haq,yang telah melimpahkan rahmad,hidayah dan taufik-Nya.yang masih memberikan nikmat iman,nikmat islam,dan nikmat ihsan kepada kami sehingga makalah ini dapat tersusun dengan baik serta selesai dalam waktu yang tepat sesuai pada waktu yang ditentukan.

Makalah ini kami buat untuk melengkapi tugas mata kuliah “FILSAFAT” semester dua(II),kami berharap makalah ini bisa menjadi salah satu wahana yang penting bagi kita semua untuk dapat mengerti dan memahami kunci dasar dari filsafat secara mendetail.kami mencoba untuk mengulasnya tentang “empirisme dan pemikiran induktif”,dengan sajian yang sederhana dan mudah untuk dipahami.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna,untuk itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan makalah ini kami terima dengan tangan terbuka.

Akhirnya,tak lupa juga kami sampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang ikut berperan dalam mensukseskan makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung.


Jombang,23 maret 2010



















DAFTAR ISI


Kata pengantar

Daftar isi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
1.2.2 Tujuan khusus
1.3 Batasan masalah
1.3.1 empirisme dan pemikiran induktif


BAB II PEMBAHASAN(ISI)

2.1 Pengertian empirisme
2.2 Tokoh-tokoh Empirisme
2.3 Jenis-jenis Empirisme
2.4 Pengertian pemikiran induktif
2.5 kekurangan pemikiran induktif

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan dan saran


DAFTAR PUSTAKA














BAB I : PENDAHULUAN



1.1 Latar belakang

Empirisme yaitu pola berfikir yang menganggap bahwa kejadian masa lalu adalah suatu kebenaran.sedangkan berfikir induktif adalah mengambil kesimpulan dari kejadian yang telah terjadi.mengambil suatu konklusi dari setiap problem yang terpacu pada kejadian di masa lampau.pemikiran secara empiris dan induktif merupakan metode awal untuk seseorang dapat mengetahui secara kompleks bagaimana filsafat ilmu itu ada.
Statement dari suatu pemikiran tidak terlepas dari pemikiran induktif,karena sebagai tolak ukur seseorang untuk mengkaji filsafat secara mendalam.prosentasenya sangat besar,karena masalah tersebut sudah mengalami proses yang panjang serta terbukti akan kebenarannya.oleh karena itu, kami mengangkat tema” empirisme dan pemikiran induktif” sebagai media pembahasan kami.meskipun berasal dari pengertian yang sangat sederhana tetapi memberikan efek yang besar terhadap seseorang yang ingin mengetahui tentang filsafat secara mendetail.



1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan umum

Untuk melengkapi tugas FILSAFAT yang diberikan oleh bapak Drs.M.Adib,MA

1.2.2 Tujuan khusus

Sebagai wahana yang penting untuk mengerti dan memahami tentang FILSAFAT,serta memberikan pengetahuan yang lebih tentang prospek filsafat.



1.3 Batasan masalah

Empirisme dan pemikiran induktif








BAB II : PEMBAHASAN


2.1 Pengertian Empirisme
Empirisme berasal dari kata Yunani yaitu "empiris" yang berarti pengalaman inderawi. Oleh karena itu empirisme diartikan sebagai faham yang memilih pengalaman sebagai sumber utama pengenalanan dan yang dimaksudkan dengannya adalah baik pengalaman lahiriah yang menyangkut dunia maupun pengalaman batiniah yang menyangkut pribadi manusia Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia. Pada dasarnya Empirisme sangat bertentangan dengan Rasionalisme. Rasionalisme mengatakan bahwa pengenalan yang sejati berasal dari ratio, sehingga pengenalan inderawi merupakan suatu bentuk pengenalan yang kabur. sebaliknya Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman sehingga pengenalan inderawi merupakan pengenalan yang paling jelas dan sempurna.

Seorang yang beraliran Empirisme biasanya berpendirian bahwa pengetahuan didapat melalui penampungan yang secara pasip menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Ini berarti semua pengetahuan betapapun rumitnya dapat dilacak kembali dan apa yang tidak dapat bukanlah ilmu pengetahuan. Empirisme radikal berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai kepada pengalaman inderawi dan apa yang tidak dapat dilacak bukan pengetahuan. Lebih lanjut penganut Empirisme mengatakan bahwa pengalaman tidak lain akibat suatu objek yang merangsang alat-alat inderawi, kemudian di dalam otal dipahami dan akibat dari rangsangan tersebut dibentuklah tanggapan-tanggapan mengenai objek yang telah merangsang alat-alat inderawi tersebut.
Empirisme memegang peranan yang amat penting bagi pengetahuan, malah barangkali merupakan satu-satunya sumber dan dasar ilmu pengetahuan menurut penganut Empirisme. Pengalaman inderawi sering dianggap sebagai pengadilan yang tertinggi.


2.2 Sejarah empirisme


Aliran empirisme dibangun oleh Francis Bacon (1210-1292) dan Thomas Hobes (1588-1679), namun mengalami sistematisasi pada dua tokoh berikutnya, John Locke dan David Hume.

A. John Locke (1632-1704)

Ia lahir tahun 1632 di Bristol Inggris dan wafat tahun 1704 di Oates Inggris. Ia juga ahli politik, ilmu alam, dan kedokteran. Pemikiran John termuat dalam tiga buku pentingnya yaitu essay concerning human understanding, terbit tahun 1600; letters on tolerantion terbit tahun 1689-1692; dan two treatises on government, terbit tahun 1690. Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme. Bila rasionalisme mengatakan bahwa kebenaran adalah rasio, maka menurut empiris, dasarnya ialah pengalaman manusia yang diperoleh melalui panca indera. Dengan ungkapan singkat Locke :
Segala sesuatu berasal dari pengalaman inderawi, bukan budi (otak). Otak tak lebih dari sehelai kertas yang masih putih, baru melalui pengalamanlah kertas itu terisi.

Dengan demikian dia menyamakan pengalaman batiniah (yang bersumber dari akal budi) dengan pengalaman lahiriah (yang bersumber dari empiri).

b. David Hume (1711-1776).

David Hume lahir di Edinburg Scotland tahun 1711 dan wafat tahun 1776 di kota yang sama. Hume seorang nyang menguasai hukum, sastra dan juga filsafat. Karya tepentingnya ialah an encuiry concercing humen understanding, terbit tahun 1748 dan an encuiry into the principles of moral yang terbit tahun 1751.

Pemikiran empirisnya terakumulasi dalam ungkapannya yang singkat yaitu I never catch my self at any time with out a perception (saya selalu memiliki persepsi pada setiap pengalaman saya). Dari ungkapan ini Hume menyampaikan bahwa seluruh pemikiran dan pengalaman tersusun dari rangkaian-rangkaian kesan (impression). Pemikiran ini lebih maju selangkah dalam merumuskan bagaimana sesuatu pengetahuan terangkai dari pengalaman, yaitu melalui suatu institusi dalam diri manusia (impression, atau kesan yang disistematiskan ) dan kemudian menjadi pengetahuan. Di samping itu pemikiran Hume ini merupakan usaha analisias agar empirisme dapat di rasionalkan teutama dalam pemunculan ilmu pengetahuan yang di dasarkan pada pengamatan “(observasi ) dan uji coba (eksperimentasi), kemudian menimbulkan kesan-kesan, kemudian pengertian-pengertian dan akhirnya pengetahuan.



2.3 Jenis-jenis Empirisme

1. Empirio-kritisisme

Disebut juga Machisme. sebuah aliran filsafat yang bersifat subyektif-idealistik. Aliran ini didirikan oleh Avenarius dan Mach. Inti aliran ini adalah ingin “membersihkan” pengertian pengalaman dari konsep substansi, keniscayaan, kausalitas, dan sebagainya, sebagai pengertian apriori. Sebagai gantinya aliran ini mengajukan konsep dunia sebagai kumpulan jumlah elemen-elemen netral atau sensasi-sensasi (pencerapan-pencerapan). Aliran ini dapat dikatakan sebagai kebangkitan kembali ide Barkeley dan Hume tatapi secara sembunyi-sembunyi, karena dituntut oleh tuntunan sifat netral filsafat. Aliran ini juga anti metafisik.


2. Empirisme Logis

Analisis logis Modern dapat diterapkan pada pemecahan-pemecahan problem filosofis dan ilmiah. Empirisme Logis berpegang pada pandangan-pandangan berikut :

a. Ada batas-batas bagi Empirisme. Prinsip system logika formal dan prinsip kesimpulan induktif tidak dapat dibuktikan dengan mengacu pada pengalaman.
b. Semua proposisi yang benar dapat dijabarkan (direduksikan) pada proposisi-proposisi mengenai data inderawi yang kurang lebih merupakan data indera yang ada seketika
c. Pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat kenyataan yang terdalam pada dasarnya tidak mengandung makna.


3. Empiris Radikal

Suatu aliran yang berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai pada pengalaman inderawi. Apa yang tidak dapat dilacak secara demikian itu, dianggap bukan pengetahuan. Soal kemungkinan melawan kepastian atau masalah kekeliruan melawan kebenaran telah menimbulkan banyak pertentangan dalam filsafat. Ada pihak yang belum dapat menerima pernyataan bahwa penyelidikan empiris hanya dapa memberikan kepada kita suatu pengetahuan yang belum pasti (Probable). Mereka mengatakan bahwa pernyataan- pernyataan empiris, dapat diterima sebagai pasti jika tidak ada kemungkinan untuk mengujinya lebih lanjut dan dengan begitu tak ada dasar untukkeraguan. Dalam situasi semacam iti, kita tidak hanya berkata: Aku merasa yakin (I feel certain), tetapi aku yakin. Kelompok falibisme akan menjawab bahwa: tak ada pernyataan empiris yang pasti karena terdapat sejumlah tak terbatas data inderawi untuk setiap benda, dan bukti-bukti tidak dapat ditimba sampai habis sama sekali.


2.4 Pengertian pemikiran induktif


Apakah yang dimaksud dengan penalaran atau berfikir secara Induktif? Berfikir secara induktif merupakan suatu cara berfikir dengan mendasarkan pada pengalaman pengalaman yang diulang ulang. Bisa juga merupakan sebuah kumpulan fakta yang berserakan yang kemudian kita cari kesesuaian diantara fakta-fakta tersebut sehingga masing masing fakta memiliki keterkaitan satu sama lain. Dengan demikian berfikir secara induktif merupakan suatu rekayasa dari berbagai macam kasus yang unik atau khusus yang kemudian dikembangkan menjadi suatu penalaran tunggal yang menggabungkan kasus kasus khusus tersebut kedalam suatu bentuk pemahaman yang umum. Secara singkat berfikir secara induktif berarti berfikir dari kasus khusus menjadi kasus umum.

Kasus khusus:

1. Andi mati
2. Eko mati
3. Budi mati
4. dst

Andi Eko Budi dst adalah manusia

maka kasus umumnya dapat dipahami atau disimpulkan:

Manusia pasti mati

Berfikir secara induktif merupakan suatu alat generalisasi dari pemikiran kita untuk kemudian dijadikan suatu pegangan umum atas kejadiaan tertentu. Sains probabilistik biasa sangat menyukai cara pandang seperti ini. Kebanyakan dari pengetahuan sehari hari kita juga merupakan hasil dari berfikir induktif. Api itu panas. Es itu dingin. Mendung itu pertanda akan hujan, dsb merupakan hasil dari pola pikir induktif.


2.5 kekurangan pemikiran induktif


Penalaran induktif bukan merupakan prediksi yang benar-benar akurat. Induktif bisa dihasilkan karena pengulangan-pengulangan secara terus menerus. Misalkan seekor ayam diberi makan oleh pemiliknya sedemikian sehingga ayam tersebut setiap kali pemiliknya mendekat selalu tahu bahwa saat itulah ia akan disuguhi makanan yang akan mengenyangkan dirinya. Dengan demikian ayam (secara instingtif atau behavioristis) memiliki pengetahuan atas suguhan makanan yang akan dimakan lewat kasus pembiasaan yang diulang ulang. Ayam sampai pada kesimpulan bahwa majikan datang sama dengan makanan datang. Ini merupakan kesimpulan umumnya.

Namun suatu ketika majikan datang dan sang ayampun mendekat. Bukan makanan yang di dapat oleh sang ayam tapi tebasan pisau yang meneteskan darah dilehernya. Majikan datang sama dengan maut. Dengan demikian kesimpulan umum bahwa majikan datang sama dengan makanan menjadi sebuah pengetahuan yang salah dan menjerumuskan sang ayam itu sendiri.

Tidak beda dengan hal ini adalah kepercayaan kita atas terbitnya matahari dari timur. Karena setiap hari matahari selalu saja terbit dari timur (walaupun mengalami pergeseran sedikit kearah utara atau selatan), hal ini tidaklah menjadikan kesimpulan bahwa matahari selalu terbit dari timur merupakan sebuah kebenaran mutlak. Tidak menutup kemungkinan suatu saat matahari bisa terbit dari barat, utara atau selatan.

Disini terdapat satu bukti rasional bahwa penalaran induktif bisa jadi menghasilkan kesimpulan yang berbahaya dan salah kaprah. Pengetahuan kita yang bersumber dari penalaran atau pemikiran induktif bisa jadi salah. Bukan makanan yang datang melainkan kematian. Demikianlah seperti contoh sang ayam.

Kritik kedua. Penalaran induksi seringkali dikaitkan dengan sebuah korelasi atau hubungan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap dua buah kejadian yang berbeda. Hasil-hasil kesimpulan secara induksi juga dikaitkan dengan kausalitas sebuah kejadian. Karena sedemikian sering kejadian A diikuti oleh kejadian B, maka diambil kesimpulan bahwa kejadian A merupakan penyebab kejadian B. Hutan yang gundul menyebabkan banjir. Pengeboran lumpur Lapindo menyebabkan luapan lumpur. Dan sebagainya-sebagainya.

Sekarang simak contoh berikut. Dua buah jam dihadapkan di depan anda. Salah satu jam tersebut pada setiap perputaran satu jam akan berdering, tetapi jam satunya lagi tidak. Nah ketika jam A yang tidak berdering itu menunjukkan jam 12 maka sedetik kemudian diikuti oleh dering jam B. Demikian sampai berpuluh-puluh maupun berjuta-juta kali. Apakah bisa diambil kesimpulan bahwa jam A mengakibatkan jam B berdering?

Kemudian lewat sebuah penelitian induktif (ini imajinasi saya) diketahui bahwa terdapat korelasi nyata yang menyatakan setiap kali seekor domba kencing di Depan kampus UNIPDU, maka Daerah UNIPDU akan kebanjiran. Apakah kesimpulan ini bisa dikaitkan dengan proses kausalitas?

Inilah yang menjadi kritik kedua atas penalaran induktif. Penalaran induktif memang membantu kita dalam memahami, memprediksi, dan mengontrol sesuatu. Namun tidak semua hal bisa dipercaya dengan melakukan penalaran induktif. Penalaran induktif sekarang ini masih sering digunakan sebagai salah satu pengetahuan yang “ilmiah” dalam persoalan-persoalan kehidupan. Baik itu kesehatan, biologi, psikologi dan sebagainya. Contoh nyata dari aplikasi penalaran induktif adalah penelitian-penelitian yang bersifat statistikal yang mendasarkan pada sampel-sampel.










BAB III : PENUTUP


3.1 Kesimpulan dan saran

Empirisme maupun cara berpikir induktif sama-sama berdasar kejadian nyata atau inderawi, pola pikir induktif dan empirisme bisa membantu kita dalam memahami, memprediksi dan mengontrol sesuatu, bahkan pola pikir induktif adalah pola pikir yang digunakan dalam penelitian penelitian berbagai disiplin ilmu,namun pola pikir ini tidak bisa dijadikan landasan sepenuhnya karena banyak kejadian yang tidak sesuai bila kita selalu menggunakan pola pikir induktif dan emperisme untuk mengambil keputusan, jadi kita harus berpikir kembali bila empirisme dan pola berpikir induktif dijadikan satu-satunya landasan atau dasar untuk mengambil kesimpulan, jadi menurut kami kita harus juga menggunakan ratio untuk mengambil keputusan.





























DAFTAR PUSTAKA

Locke John, 1600. essay concerning human understanding.

Locke John, 1689-1692. letters on tolerantion.

Hume David, 1748. Encuiry concercing humen understanding.

Hume David, 1751. an encuiry into the principles of moral.

Locke John, 1690. two treatises on government

WWW.google.com



































MAKALAH


EMPIRISME DAN PEMIKIRAN INDUKTIF







OLEH:
1. JOHAN SETIAWAN
2. SITI KHODIJAH
3. SUTRISNO
4. IKA AYU HERWINDA
5. HIGYANTI HIJJAH

Kamis, 25 Maret 2010

KATA PENGANTAR



Bismillahirrohmanirrohim
Hamdan waassalaman a’mma ba’du

Syukur Al-hamdulillah kehadirat ALLAH SWT,Illahi Robbi,yang maha agung atas segala hak,yang merupakan Haqul haq,yang telah melimpahkan rahmad,hidayah dan taufik-Nya.yang masih memberikan nikmat iman,nikmat islam,dan nikmat ihsan kepada kami sehingga makalah ini dapat tersusun dengan baik serta selesai dalam waktu yang tepat sesuai pada waktu yang ditentukan.

Makalah ini kami buat untuk melengkapi tugas mata kuliah “FILSAFAT” semester dua(II),kami berharap makalah ini bisa menjadi salah satu wahana yang penting bagi kita semua untuk dapat mengerti dan memahami kunci dasar dari filsafat secara mendetail.kami mencoba untuk mengulasnya tentang “empirisme dan pemikiran induktif”,dengan sajian yang sederhana dan mudah untuk dipahami.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna,untuk itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan makalah ini kami terima dengan tngan terbuka.

Akhirnya,tak lupa juga kami sampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang ikut berperan dalam mensukseskan makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung.


Jombang,23 maret 2010






















DAFTAR ISI


Kata pengantar
Daftar isi

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
1.2.2 Tujuan khusus
1.3 Batasan masalah
1.3.1 empirisme dan pemikiran induktif
BAB II PEMBAHASAN(ISI)
2.1 Pengertian empirisme
2.2
2.3
2.4 Pengertian pemikiran induktif
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan dan saran
DAFTAR PUSTAKA































BAB I

PENDAHULUAN


1.1 Latar belakang

Empirisme yaitu pola berfikir yang menganggap bahwa kejadian masa lalu adalah suatu kebenaran.sedangkan berfikir induktif adalah mengambil kesimpulan dari kejadian yang telah terjadi.mengambil suatu konklusi dari setiap problem yang terpacu pada kejadian di masa lampau.pemikiran secara empiris dan induktif merupakan metode awal untuk seseorang dapat mengetahui secara kompleks bagaimana filsafat ilmu itu ada.
Statement dari suatu pemikiran tidak terlepas dari pemikiran induktif,karena sebagai tolak ukur seseorang untuk mengkaji filsafat secara mendalam.prosentasenya sangat besar,karena masalah tersebut sudah mengalami proses yang panjang serta terbukti akan kebenarannya.oleh karena itu, kami mengangkat tema” empirisme dan pemikiran induktif” sebagai media pembahasan kami.meskipun berasal dari pengertian yang sangat sederhana tetapi memberikan efek yang besar terhadap seseorang yang ingin mengetahui tentang filsafat secara mendetail.



1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan umum

Untuk melengkapi tugas FILSAFAT yang diberikan oleh bapak Drs.M.Adib,MA

1.2.2 Tujuan khusus

Sebagai wahana yang penting untuk mengerti dan memahami tentang FILSAFAT,serta memberikan pengetahuan yang lebih tentang prospek filsafat.



1.3 Batasan masalah

Empirisme dan pemikiran induktif






BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Empirisme

























BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan dan saran










DAFTAR PUSTAKA


MAKALAH


EMPIRISME DAN PEMIKIRAN INDUKTIF











OLEH:

1.JOHAN SETIAWAN
2.SITI KHODIJAH
3.SUTRISNO
4.IKA AYU HERWINDA
5.HIGYANTI HIJJAH





FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PRODI S1-KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM
JOMBANG

digital camera

laptop